Sunday, May 12, 2013

HIPERBILIRUBIN

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap ibu yang telah melahirkan menginginkan anaknya lahir dalam keadaan sehat dan tidak ada kelainan – kelainan pada bayi tersebut. Tetapi keinginan tersebut tidak akan diperoleh oleh setiap ibu. Karena sebagian kecil ada yang lahir dalam keadaan abnormal. Misalnya anak lahir dengan BBLR, ikterus, hidrosefalus, dan kelainan – kelainan lainnya. Hal ini di sebabkan oleh banyak factor pencetusnya. Seperti kurang teraturnya antenatal care ibu saat hamil, asupan gizi yang kurang baik pada ibu maupun pada janin yang di kandung, atau penyakit yang diturunkan oleh ibu sendiri.
Kemudian kurangnya pengetahuan ibu untuk mengenali tanda – tanda kelainan yang mungkin timbul pada bayi baru lahir. Seperti bayi dengan hiperbilirubin, dimana kebanyakan ibu membawa bayinya ke Rumah Sakit dalam derajat yang tinggi. Sebagaimana kita ketahui bahwa ikterik itu terjadinya dimulai dari wajah. Di sini jelas bahwa kurangnya pengetahuan ibu atau orang tua tentang hiperbilirubin tersebut, kemudian kurangnya memperoleh pelayanan kesehatan dari tenaga kesehatan. Untuk itulah penulis mengangkat makalah ini dengan judul Hiperbilirubin pada Bayi.
1.2       Tujuan
1.      Mengetahui dan memahami pengertian hiperbilirubin
2.      Mengetahui dan memahami penyebab hiperbilirubin
3.      Mengetahui dan memahami derajat hiperbilirubin
4.      Mengetahui dan memahami penatalaksanaan hiperbilirubin pada bayi
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1     Pengertian
Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari normal, Biasanya terjadi pada bayi baru lahir. (Suriadi, 2001).
Nilai normal : bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl. Sesungguhnya hiperbilirubinemia merupakan keadaan normal pada bayi baru lahir selama minggu pertama, karena belum sempurnanya metabolisme bilirubin bayi. Ditemukan sekitar 25-50% bayi normal dengan kedaan hiperbilirubinemia. Kuning/jaundice pada bayi baru lahir atau disebut dengan ikterus neonatorum merupakan warna kuning pada kulit dan bagian putih dari mata (sklera) pada beberapa hari setelah lahir yang disebabkan oleh penumpukan bilirubin. Gejala ini dapat terjadi antara 25%-50% pada seluruh bayi cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada bayi prematur. Walaupun kuning pada bayi baru lahir merupakan keadaan yang relatif tidak berbahaya, tetapi pad usia inilah kadar bilirubin yang tinggi dapat menjadi toksik dan berbahaya terhadap sistim saraf pusat bayi.
2.2     Faktor Penyebab Hiperbilirubin
Hiperbilirubin pada bayi baru lahir paling sering timbul karena fungsi hati masih belum sempurna untuk membuang bilirubin dari aliran darah.
Hiperbilirubin juga bisa terjadi karena beberapa kondisi klinis, di antaranya adalah:
a)   ikterus fisiologis merupakan bentuk yang paling sering terjadi pada bayi baru lahir. Jenis bilirubin yang menyebabkan pewarnaan kuning pada ikterus disebut bilirubin tidak terkonjugasi, merupakan jenis yang tidak mudah dibuang dari tubuh bayi. Hati bayi akan mengubah bilirubin ini menjadi bilirubin terkonjugasi yang lebih mudah dibuang oleh tubuh. Hati bayi baru lahir masih belum matang sehingga masih belum mampu untuk melakukan pengubahan ini dengan baik sehingga akan terjadi peningkatan kadar bilirubin dalam darah yang ditandai sebagai pewarnaan kuning pada kulit bayi. Bila kuning tersebut murni disebabkan oleh faktor ini maka disebut sebagai ikterus fisiologis
b)   Breastfeeding jaundice, dapat terjadi pada bayi yang mendapa air susu ibu (ASI) eksklusif. Terjadi akibat kekurangan ASI yang biasanya timbul pada hari kedua atau ketiga pada waktu ASI belum banyak dan biasanya tidak memerlukan pengobatan.
c)    Ikterus ASI (breastmilk jaundice), berhubungan dengan pemberian ASI dari seorang ibu tertentu dan biasanya akan timbul pada setiap bayi yang disusukannya bergantung pada kemampuan bayi tersebut mengubah bilirubin indirek. Jarang mengancam jiwa dan timbul setelah 4-7 hari pertama dan berlangsung lebih lama dari ikterus fisiologis yaitu 3-12 minggu.
d)   Ikterus pada bayi baru lahir akan terjadi pada kasus ketidakcocokan golongan darah (inkompatibilitas ABO) dan rhesus (inkompatibilitas rhesus) ibu dan janin. Tubuh ibu akan memproduksi antibodi yang akan menyerang sel darah merah janin sehingga akan menyebabkan pecahnya sel darah merah sehingga akan meningkatkan pelepasan bilirubin dari sel darah merah.
e)     Lebam pada kulit kepala bayi yang disebut dengan sefalhematom dapat timbul dalam proses persalinan. Lebam terjadi karena penumpukan darah beku di bawah kulit kepala. Secara alamiah tubuh akan menghancurkan bekuan ini sehingga bilirubin juga akan keluar yang mungkin saja terlalu banyak untuk dapat ditangani oleh hati sehingga timbul kuning
f)       Ibu yang menderita diabetes dapat mengakibatkan bayi menjadi Kuning.
2.3             PATOFISIOLOGI
2.3.1 Pembentukan Bilirubin
Bilirubin adalah pigmen kristal berwarna jingga ikterus yang merupakan bentuk akhir dari pemecahan katabolisme heme melalui proses reaksi oksidasi – reduksi. Langkah oksidasi yang pertama adalah biliverdin yang di bentuk dari heme dengan bantuan enzim heme oksigenase yaitu suatu enzim yang sebagian besar terdapat dalam sel hati, dan organ lain. Pada reaksi tersebut juga terdapat besi yang digunakan kembali untuk pembentukan haemoglobin dan karbon monoksida yang dieksresikan ke dalam paru. Biliverdin kemudian akan direduksi menjadi bilirubin oleh enzim biliverdin reduktase. Biliverdin bersifat larut dalam air dan secara cepat akan dirubah menjadi bilirubin melalui reaksi bilirubin reduktase. Berbeda dengan biliverdin, bilirubin bersifat lipofilik dan terikat dengan hydrogen serta pada pH normal bersifat tidak larut. Jika tubuh akan mengeksresikan, diperlukan mekanisme transport dan eliminasi bilirubin.
2.3.2 Transportasi Bilirubin
Pembentukan bilirubin yang terjadi di system retikulo endothelial, selanjutnya dilapaskan kesirkulasi yang akan berikatan dengan albumin. Bayi baru lahir mempunyai kapasitas ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin karena konsentrasi albumin yang rendahdan kapasitas ikatan molar yang kurang.Bilirubin yang terikat pada albumin serum ini merupakan zat non polar dan tidak larut dalam air dan kemudian akan di transportasi kedalam sel hepar. Bilirubin yang terikat dengan albumin tidak dapat memasuki susuna syaraf pusat dan bersifat nontoksik. Selain itu albumin juga mempunyai afinitas yang tinggi terhadap obat – obatan yang bersifat asam seperti penicillin dan sulfonamide. Obat – obat tersebut akan menempati tempat utama perlekatan albumin untuk bilirubin sehingga bersifat competitor serta dapat pula melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin.
Obat – obat yang dapat melepaskan ikatan bilirubin dengan albumin:
  1. Analgetik, antipiretik ( Natrium salisilat, fenilbutazon )
  2. Antiseptik, desinfektan ( metal, isopropyl )
  3. Antibiotik dengan kandungan sulfa ( Sulfadiazin, sulfamethizole, sulfamoxazole )
  4. Penicilin ( propicilin, cloxacillin )
  5. Lain – lain ( novabiosin, triptophan, asam mendelik, kontras x – ray )
  6. Bilirubin dalam serum terdapat dalam 4 bentuk yang berbeda, yaitu:
  7. Bilirubin tak terkonjugasi yang terikat dengan albumin dan membentuk sebagian besar bilirubin tak terkonjugasi dalam serum.
  8. Bilirubin bebas
  9. Bilirubin terkonjugasi yaitu bilirubin yang siap dieksresikan melalui ginjal.
  10. Bilirubin terkonjugasi yang terikat denga albumin serum. 
2.3.3 Asupan Bilirubin
Pad saat kompleks bilirubin – albumin mencapai membrane plasma hepatosit, albumin terikat ke reseptor permukaan sel. Kemudian bilirubin, di transfer melalui sel membran yang berikatan dengan ligandin (protein y), mungkin juga dengan protein ikatan sitosilik lainnya.
2.3.4 Konjugasi Bilirubin
Bilirubin tak terkonjugasi dikonversikan kebentuk bilirubin konjugasi yang larut dalam air di reticulum endoplasma dengan bantuan enzim uridine diphospate glukuronosyl transferase (UDPG – T). Katalisa oleh enzim ini akan merubah formasi menjadi bilirubin monoglukoronida yang selanjutnya akan dikonjugasi menjadi bilirubin diglukoronida. Bilirubin ini kemudian dieksresikan ke dalam kalanikulus empedu. Sedangkan satu molekul bilirubin tak terkonjugasi akan kembali ke reticulum endoplasmic untuk rekonjugasi berikutnya.
2.3.5 Eksresi Bilirubin
Setelah mengalami proses konjugasi , bilirubin akan dieksresikan kedalam kandung empedu, kemudian memasuki saluran cerna dan di eksresikan melalui feses. Setelah berada dalam usus halus bilirubin yang terkonjugasi tidak langsung dapat diresorbsi, kecuali jika dikonversikan kembali menjadi bentuk tidak terkonjugasi oleh enzim beta – glukoronidase yang terdapat dalam usus. Resorbsi kembali bilirubin dari saluran cerna dan kembali ke hati untuk di konjugasi kembali disebut sirkulasi enterohepatik.
2.4   Komplikasi
a.       Sebagian besar kasus hiperbilirubinemia tidak berbahaya, tetapi kadang kadar bilirubin yang sangat tinggi bisa menyebabkan kerusakan otak (keadaannya disebut kern ikterus).
Kern ikterus adalah suatu keadaan dimana terjadi penimbunan bilirubin di dalam otak, sehingga terjadi kerusakan otak.
b.    Efek jangka panjang dari kern ikterus adalah keterbelakangan mental, kelumpuhan serebral (pengontrolan otot yang abnormal, cerebral palsy), tuli dan mata tidak dapat digerakkan ke atas.

2.4.1 KLASIFIKASI
a.       Derajat I : Daerah kepala dan leher, perkiraan kadar bilirubin 5,0 mg%.
b.      Derajat II : Sampai badan atas, perkiraan kadar bilirubin 9,0 mg%.
c.       Derajat III : Sampai badan bawah hingga tungkai, bilirubin 11,4 mg%.
d.      Derajat IV : Sampai daerah lengan, kaki bawah lutut, 12,4 mg%.
e.       Derajat V : Sampai daerah telapak tangan dan kaki, 16,0 mg%.
Bilirubin Ensefalopati Dan kernikterus
Istilah bilirubin ensefalopati lebih menunjukkan kepada manifestasi klinis yang mungkin timbul akibat efek toksis bilirubin pada system syaraf pusat yaitu basal ganglia dan pada berbagai nuclei batang otak. Sedangkan istilah kern ikterus adalah perubahan neuropatologi yang ditandai oleh deposisi pigmen bilirubin pada beberapa daerah di otak terutama di ganglia basalis, pons, dan serebelum.
2.5     Gejala Hiperbilirubin pada bayi baru lahir
Ketika kadar bilirubin meningkat dalam darah maka warna kuning akan dimulai dari kepala kemudian turun ke lengan, badan, dan akhirnya kaki. Jika kadar bilirubin sudah cukup tinggi, bayi akan tampak kuning hingga di bawah lutut serta telapak tangan. Cara yang mudah untuk memeriksa warna kuning ini adalah dengan menekan jari pada kulit yang diamati dan sebaiknya dilakukan di bawah cahaya/sinar matahari. Pada anak yang lebih tua dan orang dewasa warna kuning pada kulit akan timbul jika jumlah bilirubin pada darah di atas 2 mg/dL. Pada bayi baru lahir akan tampak kuning jika kadar bilirubin lebih dari 5 mg/dL. Hal ini penting untuk mengenali dan menangani ikterus bayi pada baru lahir kerena kadar bilirubin yang tinggi akan menyebabkan kerusakan yang permanen pada otak yang disebut dengan kern icterus. Kuning sendiri tidak akan menunjukkan gejala klinis tetapi penyakit lain yang menyertai mungkin akan menunjukkan suatu gejala seperti keadaan bayi yang tampak sakit, demam, dan malas minum.
2.6     Kapan menghubungi dokter?
Segera hubungi dokter bila bayi tampak kuning:
1.      Timbul segera dalam 24 jam pertama kelahiran,
2.       Kuning menetap lebih dari 8 hari pada bayi cukup bulan dan lebih dari 14 hari pada bayi prematur,
3.      Pada observasi di rumah bayi tampak kuning yang sudah menyebar sampai ke lutut/siku atau lebih,
4.      Tinja berwarna pucat Segera bawa bayi ke unit gawat darurat rumah sakit bila:
5.      Jika ibu/pengasuh melihat bayi tampak sakit (menolak untuk minum, tidur berlebihan, atau lengan dan kaki lemas) atau bila suhu tubuh lebih dari 37,50
6.      Jika bayi tampak mengalami kesulitan bernapas
2.7     Pemeriksaan laboratorium
Penyebab yang pasti terhadap ikterus pada bayi baru lahir harus dicari. Pada beberapa kasus, pemeriksaan fisik yang lengkap sangat diperlukan dan pemeriksaan darah mungkin diperlukan untuk mengetahui:
a.       Kadar bilirubin total, berdasarkan pemeriksaan ini dokter akan minta pemeriksaan tambahan seperti tes Coombs untuk memeriksa antibodi yang menghancurkan sel darah merah bayi, pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan hitung retikulosit untuk melihat apakah bayi memproduksi sel darah merah yang baru
b.      Golongan darah dan rhesus ibu dan bayi
c.       Pada beberapa kasus mungkin perlu untuk memeriksa darah untuk melihat suatu kondisi yang disebut sebagai defisiensi G6PD
2.8     Penanganan Hiperbilirubin pada bayi baru lahir
2.8.1 Penanganan sendiri di rumah
a.    Berikan ASI yang cukup (8-12 kali sehari)
b.    Sinar matahari dapat membantu memecah bilirubin sehingga lebih mudah diproses oleh hati. Tempatkan bayi dekat dengan jendela terbuka untuk mendapat matahari pagi antara jam 7-8 pagi agar bayi tidak kepanasan, atur posisi kepala agar wajah tidak menghadap matahari langsung. Lakukan penyinaran selama 30 menit, 15 menit terlentang dan 15 menit tengkurap. Usahakan kontak sinar dengan kulit seluas mungkin, oleh karena itu bayi tidak memakai pakaian (telanjang) tetapi hati-hati jangan sampai kedinginan
2.8.2 Terapi medis
a.    Dokter akan memutuskan untuk melakukan terapi sinar (phototherapy) sesuai dengan peningkatan kadar bilirubin pada nilai tertentu berdasarkan usia bayi dan apakah bayi lahir cukup bulan atau prematur. Bayi akan ditempatkan di bawah sinar khusus. Sinar ini akan mampu untuk menembus kulit bayi dan akan mengubah bilirubin menjadi lumirubin yang lebih mudah diubah oleh tubuh bayi. Selama terapi sinar penutup khusus akan dibuat untuk melindungi mata
b.    Jika terapi sinar yang standar tidak menolong untuk menurunkan kadar bilirubin, maka bayi akan ditempatkan pada selimut fiber optic atau terapi sinar ganda/triple akan dilakukan (double/triple light therapy)
c.    Jika gagal dengan terapi sinar maka dilakukan transfuse tukar yaitu penggantian darah bayi dengan darah donor. Ini adalah prosedur yang sangat khusus dan dilakukan pada fasilitas yang mendukung untuk merawat bayi dengan sakit kritis, namun secara keseluruhan, hanya sedikit bayi yang akan membutuhkan transfusi tukar
2.9     Pencegahan
Pada kebanyakan kasus, kuning pada bayi tidak bisa dicegah. Cara terbaik untuk menghindari kuning yang fisiologis adalah dengan memberi bayi cukup minum, lebih baik lagi jika diberi ASI.
2.9.1 Pencegahan Primer
a.       Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8 – 12 kali/ hari untuk beberapa hari pertama.
b.      Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada bayi yang mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi.
2.9.2 Pencegahan Sekunder
a.       Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesusu serta penyaringan serum untuk antibody isoimun yang tidak biasa.
b.      Harus memastikan bahwa semua bayi secar rutin di monitor terhadap timbulnya ikterus dan menetapkan protocol terhadap penilaian ikterus yang harus dinilai saat memeriksa tanda – tanda vital bayi, tetapi tidak kurang dari setiap 8 – 12 jam.


BAB III
PENUTUP
3.1   Kesimpulan
  1. Ikterus adalah disklorasi kulit, mukosa membran dan sclera oleh karena peningkatan kadar bilirubin dalam serum ( > 2 mg/dL ). ( Perinatologi )
  2. Ikterus Fisiologis umumnya terjadi pada bayi baru lahir, kadar bilirubin tak terkonjugasi pada minggu pertama > 2mg/dL.
  3. Ikterus Patologis :
a.    Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam
b.    Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan fototerapi
c.    Peningkatan kadar bilirubin total serum . 0,5 mg/dL/jam.
d. Adanya tanda – tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi ( muntah, letargis, malas menetek, penurunan berat badan yang cepat, apnea, takipnea atau suhu yang tidak stabil )
e.  Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau setelah 14 hari pada bayi kurang bulan.
  1. Hiperbilirubinemia bisa disebabkan proses fisiologis atau patologis atau kombinasi keduanya. Bayi yang diberikan ASI memiliki kadar bilirubin serum yang lebih tinggi dibandingkan bayi yang diberikan susu formula. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh beberapa factor, antara lain : frekuensi menyusui yang tidak adekuat, kehilangan berat badan atau dehidrasi.
  2. Kebanyakan kuning pada bayi akan hilang sempurna tanpa efek yang permanen. Kadang-kadang bayi akan membutuhkan terapi sinar matahari untuk kuning ringan dan terapi sinar pada kadar bilirubin dengan nilai tertentu dalam darah. Transfusi tukar jarang diperlukan.
3.2  Saran
Bagi pembaca di sarankan untuk memahami hal-hal yang berkaitan dengan Ikterus pada bayi, Sehingga dapat di lakukan upaya-upaya yang bermanfaat untuk menanganinya secara efektif dan efisien.
DAFTAR PUSTAKA
Sukadi, Abdurrachman, dkk. 2000. “ Perinatologi “ .Bandung : FKUP/ RSHS
McCormick, Melisa. 2003. “ Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir untuk Dokter, Perawat, Bidan Di Rumah Sakit Rujukan Dasar “. Indonesia : MNH – JHPIEGO
Khosim, M. Sholeh, dkk. 2008. “ Buku Ajar Neonatologi Edisi I “. Jakarta : Perpustakaan Nasional
Hasan, Rusepno. 1997. “Ilmu Kesehatan Anak 2 “. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran UI.
Sudoyo,Aru.W, dkk, eds., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Dep. Ilmu Penyakit Dalam : Jakarta, 2006, vol. I, hlm. 422-425

1 comment:

  1. Artikel lengkap tentang keperawatan, kebidanan, kedokteran dan penyakit ada di woosci.blogspot.com

    woosci.com

    ReplyDelete