MASA NIFAS
Masa nifas
(Puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung selama
kira-kira 6 minggu, atau masa nifas adalah masa yang dimulai dari beberapa jam setelah
lahir plasenta sampai 6 minggu berikutnya.
Terjadi
perubahan peran sebagai orang tua yang mempunyai tugas dan tanggung jawabnya
terhadap kelahiran seorang bayi. Mengalami perubahan stimulus dan kegembiraan
untuk memenuhi kebutuhan bayi.
A.
KONSEP DASAR PERUBAHAN PSIKOSOSIAL DALAM MASA NIFAS
1. Perubahan peran
Terjadinya
perubahan peran, yaitu menjadi orang tua setelah kelahiran anak. Sebenarnya
suami dan istri sudah mengalami perubahan peran mereka sejak masa kehamilan.
Perubahan peran ini semakin meningkat setelah kelahiran anak. Contoh, bentuk
perawatan dan asuhan sudah mulai diberikan oleh si ibu kepada bayinya saat
masih berada dalam kandungan adalah dengan cara memelihara kesehatannya selama
masih hamil, memperhatikan makanan dengan gizi yang baik, cukup istirahat,
berolah raga, dan sebagainya.
Selanjutnya,
dalam periode postpartum atau masa nifas muncul tugas dan tanggung jawab baru,
disertai dengan perubahan-perubahan perilaku. Perubahan tingkah laku ini akan
terus berkembang dan selalu mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan
waktu cenderung mengikuti suatu arah yang bisa diramalkan.
Pada
awalnya, orang tua belajar mengenal bayinya dan sebaliknya bayi belajar
mengenal orang tuanya lewat suara, bau badan dan sebagainya. Orang tua juga
belajar mengenal kebutuhan-kebutuhan bayinya akan kasih sayang, perhatian,
makanan, sosialisasi dan perlindungan.
Periode
berikutnya adalah proses menyatunya bayi dengan keluarga sebagai satu
kesatuan/unit keluarga. Masa konsolidasi ini menyangkut peran negosiasi
(suami-istri, ayah-ibu, orang tua-anak, anak dan anak).
2. Peran menjadi orang
tua setelah melahirkan
Selama
periode postpartum, tugas dan tanggung jawab baru muncul dan kebiasaan lama
perlu diubah atau ditambah dengan yang baru. Ibu dan ayah, orang tua harus
mengenali hubungan mereka dengan bayinya. Bayi perlu perlindungan, perawatan
dan sosialisasi. Periode ini ditandai oleh masa pembelajaran yang intensif dan
tuntutan untuk mengasuh. Lama periode ini bervariasi, tetapi biasanya berlangsung
selama kira-kira empat minggu.
Periode
berikutnya mencerminkan satu waktu untuk bersama-sama membangun kesatuan
keluarga. Periode waktu meliputi peran negosiasi (suami-istri, ibu-ayah,
saudara-saudara) orang tua mendemonstrasikan kompetensi yang semakin tinggi
dalam menjalankan aktivitas merawat bayi dan menjadi lebih sensitif terhadap
makna perilaku bayi. Periode berlangsung kira-kira selama 2 bulan.
- 3. Tugas dan tanggung jawab orang tua
Tugas
pertama orang tua adalah mencoba menerima keadaan bila anak yang dilahirkan
tidak sesuai dengan yang diharapkan. Karena dampak dari kekecewaan ini dapat
mempengaruhi proses pengasuhan anak.
Walaupun
kebutuhan fisik terpenuhi, tetapi kekecewaan tersebut akan menyebabkan orang
tua kurang melibatkan diri secara penuh dan utuh. Bila perasaan kecewa tersebut
tidak segera diatasi, akan membutuhkan waktu yang lama untuk dapat menerima
kehadiran anak yang tidak sesuai dengan harapan tersebut.
Orang tua
perlu memiliki keterampilan dalam merawat bayi mereka, yang meliputi
kegiatan-kegiatan pengasuhan, mengamati tanda-tanda komunikasi yang diberikan
bayi untuk memenuhi kebutuhannya serta bereaksi secara cepat dan tepat terhadap
tanda-tanda tersebut.
Berikut ini
adalah tugas dan tanggung jawab orang tua terhadap bayinya, antara lain :
- Orang tua harus menerima keadaan anak yang sebenarnya dan tidak terus terbawa dengan khayalan dan impian yang dimilikinya tentang figur anak idealnya. Hal ini berarti orang tua harus menerima penampilan fisik, jenis kelamin, temperamen dan status fisik anaknya.
- Orang tua harus yakin bahwa bayinya yang baru lahir adalah seorang pdibadi yang terpisah dari diri mereka, artinya seseorang yang memiliki banyak kebutuhan dan memerlukan perawatan.
- Orang tua harus bisa menguasai cara merawat bayinya. Hal ini termasuk aktivitas merawat bayi, memperhatikan gerakan komunikasi yang dilakukan bayi dalam mengatakan apa yang diperlukan dan member respon yang cepat
- Orang tua harus menetapkan criteria evaluasi yang baik dan dapat dipakai untuk menilai kesuksesan atau kegagalan hal-hal yang dilakukan pada bayi.
- Orang tua harus menetapkan suatu tempat bagi bayi baru lahir di dalam keluarga. Baik bayi ini merupakan yang pertama atau yang terakhir, semua anggota keluarga harus menyesuaikan peran mereka dalam menerima kedatangan bayi.
Dalam
menunaikan tugas dan tanggung jawabnya, harga diri orang tua akan tumbuh
bersama dengan meningkatnya kemampuan merawat/mengasuh bayi. Oleh sebab itu
bidan perlu memberikan bimbingan kepada si ibu, bagaimana cara merawat bayinya,
untuk membantu mengangkat harga dirinya.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi suksesnya masa transisi ke masa menjadi orang tua pada masa
post partum adalah :
- Respon dan dukungan dari keluarga dan teman
- Hubungan dari pengalaman melahirkan terhadap harapan dan aspirasi
- Pengalaman melahirkan dan membesarkan anak yang lalu
- Pengaruh budaya
B. MASA
ADAPTASI IBU DALAM MASA NIFAS
Ada tiga
fase dalam masa adaptasi peran pada masa nifas, antara lain adalah :
Fase dependent
- Pada hari pertama dan kedua setelah melahirkan, ketergantungan ibu sangat menonjol. Pada saat ini ibu mengharapkan segala kebutuhannya dapat dipenuhi oleh orang lain. Rubin (1991) menetapkan periode beberapa hari ini sebagai fase menerima yang disebut dengan taking in phase. Dalam penjelasan klasik Rubin, fase menerima ini berlangsung selama 2 sampai 3 hari.
- Ia akan mengulang-ulang pengalamannya waktu bersalin dan melahirkan.
- Pada saat ini, ibu memerlukan istirahat yang cukup agar ibu dapat menjalan masa nifas selanjutnya dengan baik.
- Membutuhkan nutrisi yang lebih, karena biasanya selera makan ibu menjadi bertambah. Akan tetapi jika ibu kurang makan, bisa mengganggu proses masa nifas.
Fase
independent
Pada ibu-ibu
yang mendapat perawatan yang memadai pada hari-hari pertama setelah melahirkan,
maka pada hari kedua sampai keempat mulai muncul kembali keinginan untuk
melakukan berbagai aktivitas sendiri. Di satu sisi ibu masih membutuhkan
bantuan orang lain tetapi disisi lain ia ingin melakukan aktivitasnya sendiri.
Dengan penuh semangat ia belajar mempraktekkan cara-cara merawat bayi. Rubin
(1961) menggambarkan fase ini sebagai fase taking hold.
Pada fase taking
hold, ibu berusaha keras untuk menguasai tentang ketrampilan perawatan
bayi, misalnya menggendong, menyusui, memandikan dan memasang popok. Pada masa
ini ibu agak sensitive dan merasa tidak mahir dalam melakukan hal-hal tsb,
cenderung menerima nasihat bidan atau perawat karena ia terbuka untuk menerima
pengetahuan dan kritikan yang bersifat pribadi. Pada tahap ini Bidan penting
memperhatikan perubahan yang mungkin terjadi.
Pada
beberapa wanita yang sulit menyesuaikan diri dengan perannya, sehingga
memerlukan dukungan tambahan. Hal ini dapat ditemukan pada :
- Orang tua yang baru melahirkan untuk pertama kali dan belum pernah mempunyai pengalaman mengasuh anak
- Wanita karir
- Wanita yang tidak mempunyai keluarga atau teman dekat untuk membagi suka dan duka
- Ibu dengan anak yang sudah remaja
- Single parent
- Fase interdependent
Periode ini
biasanya terjadi “after back to home” dan sangat berpengaruh terhadap
waktu dan perhatian yang diberikan oleh keluarga. Ibu akan mengambil tanggung
jawab terhadap perawatan bayi, ia harus beradaptasi dengan kebutuhan bayi yang
sangat tergantung, yang menyebabkan berkurangnya hak ibu, kebebasan dan
hubungan sosial.
Pada fase
ini, kegiatan-kegiatan yang ada kadang-kadang melibatkan seluruh anggota
keluarga, tetapi kadang-kadang juga tidak melibatkan salah satu anggota
keluarga. Misalnya, dalam menjalankan perannya, ibu begitu sibuk dengan bayinya
sehingga sering menimbulkan kecemburuan atau rasa iri pada diri suami atau anak
yang lain.
Pada fase
ini harus dimulai fase mandiri (letting go) dimana masing-masing
individu mempunyai kebutuhan sendiri-sendiri, namun tetap dapat menjalankan
perannya dan masing-masing harus berusaha memperkuat relasi sebagai orang
dewasa yang menjadi unit dasar dari sebuah keluarga.
- C. KEADAAN ABNORMAL PADA PSIKOLOGI IBU NIFAS
- Baby Blue (Post Partum Blues)
Post Partum
Blues merupakan suatu fenomena psikologis yang dialami oleh ibu dan
bayinya. Biasanya tejadi pada hari ke-3 sampai ke-5 post partum. Angka
kejadiannya 80% dari ibu post partum mengalaminya, dan berakhir beberapa
jam/hari.
Merupakan
kesedihan atau kemurungan setelah melahirkan, biasanya hanya muncul sementara
waktu yakni sekitar dua hari hingga dua minggu sejak kelahiran bayi yang
ditandai dengan gejala-gejala sebagai berikut :
- Sedih
- Cemas tanpa sebab
- Menangis tanpa sebab
- Tidak sabar
- Tidak percaya diri
- Sensitif
- Mudah tersinggung (iritabilitas)
- Merasa kurang menyayangi bayinya
Post partum
blues ini
dikategorikan sebagai sindroma gangguan mental yang ringan. Oleh sebab itu,
sering tidak diperdulikan sehingga tidak terdiagnosis dan tidak ditindak
lanjuti sebagaimana seharusnya. Jika hal ini dianggap enteng, keadaan ini bisa
menjadi serius dan bisa bertahan dua minggu sampai satu tahun dan akan
berlanjut menjadi depresi dan psikosis post partum. Banyak ibu yang berjuang
sendiri dalam beberapa saat setelah melahirkan. Mereka merasakan ada hal yang
salah namun mereka sendiri tidak mengetahui penyebabnya.
Banyak
faktor yang dapat menyebabkan post partum blues, antara lain :
- Faktor hormonal
Perubahan
kadar estrogen dan progesterone yaitu terjadi fluktuasi hormonal dalam tubuh.
Kadar hormone kortisol (hormone pemicu stress) pada tubuh ibu naik hingga
mendekati kadar orang yang mengalami depresi. Disaat yang sama, hormone
laktogen dan prolaktin yang memicu produksi ASI sedang meningkat. Sementara
pada saat yang sama kadar progesterone sangat rendah. Pertemuan kedua hormone
ini akan menimbulkan keletihan fisik pada ibu dan memicu depresi.
- Faktor demografik, seperti faktor usia yang terlalu muda atau terlalu tua.
- Pengalaman proses kehamilan dan persalinan.
- Latar belakang psikososial wanita yang bersangkutan, seperti tingkat pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi serta keadekuatan dukungan sosial dari lingkungannya (suami, keluarga dan teman).
- Faktor psikologis
Berkurangnya
perhatian keluarga, terutama suami karena semua perhatian tertuju pada anak
yang baru lahir. Padahal usai persalinan si ibu yang merasa lelah dan sakit
pasca persalinan membuat ibu membutuhkan perhatian. Kecewa terhadap penampilan
fisik bayi karena tidaksesuai dengan harapannya juga bisa memicu baby blues.
- Faktor fisik
Kelelahan
fisik karena aktifitas mengasuh bayi, menyusui, memandikan, mengganti popok,
dan menimang sepanjang hari bahkan tidak jarang di malam buta sangatlah menguras
tenaga. Apalagi jika tidak ada bantuan dari suami atau anggota keluarga yang
lain.
- Faktor sosial
Si ibu
merasa sulit menyesuaikan dengan peran baru sebagai ibu. Apalagi kini gaya
hidupnya akan berubah drastis. Ibu merasa dijauhi oleh lingkungan dan merasa
kaan terasa terikat terus pada si kecil.
Dibutuhkan
pendekatan menyeluruh/holistik dalam penanganan ibu post partum blues. Secara
garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan di tingkat perilaku,
emosional, intelektual, sosial dan psikologis secara bersama-sama dengan
melibatkan lingkungannya, yaitu suami, keluarga dan teman dekatnya.
PERAN BIDAN
- Menjalin hubungan baik dengan keluarga dalam mengembangkan upaya menjalin kasih sayang dengan bayinya
- Hal ini merupakan tanda awal kesulitan dalam pengasuhan anak di masa yang akan dating
- Waspada terhadap reaksi negatif yang menonjol dari orang tua, seperti :
-
Perilaku negatif orang tua
-
Sikap verbal dan nonverbal
-
Interaksi yang tidak mendukung (tidak menyentuh bayinya)
-
Ucapan kekecewaan/merendahkan
- Upaya memperkokoh hubungan bayi dengan orang tuanya (seperti menggendong, mengajak bayinya bercerita, dan sebagainya)
- Mendorong orang tua untuk melihat dan memeriksa bayi mereka dengan komentar positif tentang bayinya
- Berikan anjuran-anjuran/advice pada ibu dan keluarga :
1)
Anjurkan pada ibu untuk melepaskan saja emosi, tidak perlu ditahan-tahan. Ingin
menangis, marah, lebih baik dekspresikan saja
2)
Usahakan agar ibu mendapatkan istirahat yang cukup (kalau ada kesempatan
gunakan untuk tidur, walaupun hanya 10 menit)
3)
Berikan motivasi pad ibu, agar ibu menyadari badai pasti berlalu. Rasa sakit
setelah melahirkan pasti akan sembuh, rasa sakit ketika awal-awal memberi ASI
pasti akan hilang, teror tangis bayi lambat laun akan berubah menjadi ocehan
dan tawa yang menggemaskan, bayi yang “menjengkelkan”, beberapa bulan lagi akan
menjadi bayi mungil yang menakjubkan, dan lain-lain
4)
Minta bantuan orang lain, misalnya kerabat atau teman untuk membantu mengurus
si kecil
5)
Ibu yang baru saja melahirkan sangat butuh instirahat dan tidur yang cukup.
Lebih banyak istirahat di minggu-minggu dan bulan-bulan pertama setelah
melahirkan, bisa mencegah depresi dan memulihkan tenaga yang seolah terkuras habis
6)
Hindari makan manis serta makanan dan minuman yang mengandung kafein, karena
kedua makanan ini berfungsi untuk memperburuk depresi
7)
Konsumsi makanan yang bernutrisi agar kondisi tubuh cepat pulih, sehat dan
segar
8)
Coba berbagi rasa dengan suami atau orang terdekat lainnya, dukungan dari
mereka bisa membantu mengurangi depresi
- Depresi postpartum
Depresi
postpartum dialami 20% ibu yang baru melahirkan, menurut Boback & Jensen
(1993). Depresi dapat digambarkan sebagai perasaan sedih, galau, tak bahagia,
susah atau kehilangan semangat hidup. Kebanyakan dari kita merasakan hal
seperti ini pada suatu periode singkat di dalam suatu waktu. Biasanya gejala
akan tampak pada bulan pertama setelah melahirkan, bisa hingga bayi berumur satu
tahun.
Penyebab
depresi
Penyebabnya
belum diketahui secara pasti. Banyak alasan yang dapat dikemukakan sebagai
penyebab perempuan menderita depresi. Perubahan hormone atau kejadian di dalam
kehidupan yang menimbulkan stress seperti saat kematian keluarga, menyebabkan
perubahan kimiawi di dalam otak yang mengarah menuju depresi. Setelah
melahirkan perubahan hormonal yang terjadi dalam tubuh perempuan dapat memicu
terjainya depresi. Selama kehamilan terjadi lonjakan jumlah estrogen dan
progesterone. Dalam jangka waktu 24 jam setelah melahirkan, jumlah estrogen dan
progesterone kembali normal seperti saat sebelum kehamilan.
Faktor lain
yang dapat menyebabkan depresi
- Kelelahan setelah melahirkan, berubahnya pola tidur dan kurang istirahat, seringkali menyebabkan ibu yang baru melahirkan belum kembali ke kondisi normal meskipun setelah berminggu-minggu dari saat melahirkan
- Kegalauan dan kebingungan dengan kelahiran bayi yang baru, perasaan tidak percaya diri dengan kemampuan diri untuk dapat merawat bayi yang baru sementara masih merasa bertanggung jawab dengan semua pekerjaan yang ada
- Perasaan stress dari perubahan dalam pekerjaan maupun kerutinan dalam rumah tangga. Sementara banyak perempuan yang merasa berkewajiban untuk menjadi super women yang tidak realistis dan sulit dicapai, malahan akan menambah stress yang ada
- Perasan kehilangan akan identitas diri, akan kemampuan diri akan figure tubuh sebelum kehamilan, akan perasaan dapat mengontrol diri sebelum kehamilan, akan perasaan menjadi kurang menarik
- Kurangnya waktu untuk diri sendiri, tidak dapatnya mengontrol waktu sebagaimana yang dapat dilakukan sebelum dan selama kehamilan, harus tinggal di dalam rumah dalam jangka waktu yang lama, juga kekurangan waktu probadi dengan orang yang dicintai selain dari bayi yang baru lahir
Gejala
depresi
- Perasaan sedih, tidak berdaya dan galau
- Sering menangis
- Tidak ada energy dan motivasi hidup
- Makan terlalu banyak atau terlalu sedikit
- Tidur terlalu banyak atau terlalu sedikit
- Sulit untuk fokus, mengingat atau mengambil keputusan
- Rasa tidak berharga dan bersalah
- Kehilangan semangat atau kenyamanan dalam beraktifitas
- Menjauhkan diri dari teman atau keluarga
- Sakit kepala, nyeri di dada, jantung berdebar-debar dan nafas cepat
Setelah
melahirkan, gejala lain dari depresi dapat termasuk ketakutan untuk menyakiti
bayi dan dirinya sendiri (rasa ingin bunuh diri) dan tidak ada ketertarikan
pada bayi.
PERAN BIDAN
- Menjalin hubungan baik dengan keluarga dalam mengembangkan upaya menjalin kasih sayang dengan bayinya
- Berikan dukungan emosional dan spiritual
- Lakukan kolaborasi untuk perawatan depresi :
1)
Terapi bicara, adalah sesi bicara dengan terapis, psikolog atau pekerja sosial
untuk mengubah apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan oleh ibu akibat
menderita depresi.
2)
Obat medis. Obat anti depresi yang diresepkan oleh dokter. Sebelum mengkonsumsi
obat anti depresi sebaiknya didiskusikan benar, obat mana yang tepat dan aman
bagi bayi untuk dikonsumsi oleh ibu menyusui.
- Berikan advice :
1)
Banyak istirahat sebisanya (tidurlah selama bayi tidur).
2)
Hentikan membebani diri sendiri untuk melakukan semuanya sendiri. Kerjakan apa
yang dapat dilakukan dan berhenti saat merasa lelah. Biarkan pekerjaan yang
tersisa dilakukan kemudian.
3)
Mintalah bantuan untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan pemberian makan
pada waktu malam hari. Mintalah pada suami untuk mengangkat bayinya untuk
disusui saat malam hari sehingga ibu dapat menyusui di tempat tidur tanpa harus
banyak bergerak. Bila memungkinkan, carilah tenaga bantuan dari teman, keluarga
atau tenaga professional untuk membantu selama diperlukan.
4)
Bicarakan dengan suami, keluarga,dan teman mengenai perasaan yang dimiliki.
5)
Jangan sendirian dalam jangka waktu lama. Berdandan dan keluarlah dari rumah.
Pergilah atau jalan-jalan ke suatu tempat untuk merubah suasana hati.
6)
Bicaralah dengan orang tua (ibu) agar dapat bertukar pikiran dansharing
pengalaman.
7)
Jangan membuat perubahan hidup yang sangat drastic, seperti pindah kerja,
pindah rumah, ganti pasangan hidup, dan lain-lain.
8)
Bila ada perubahan drastic yang tidak dapat dielakkan, buatlah persiapan yang
matang.
Dampak
depresi pada bayi
Stress serta
sikap tidak tulus ibu yang terus menerus diterima oleh bayi kelak bisa
membuatnya tumbuh menjadi anak yang mudah menangis, cenderung rewel, pencemas
sekaligus pemurung. Dampak lain yang juga merugikan adalah anak cenderung mudah
sakit.
Depresi
pasca melahirkan mempengaruhi kemampuan seseorang untuk merawat bayinya. Ia
dapat kurang tenaga, tidak dapat berkonsentrasi, gusar terus menerus dan tidak
dapat memenuhi kebutuhan bayi akan cinta dan perhatian yang tidak putus.
Akibatnya penderita akan merasa bersalah dan kehilangan rasa percaya diri akan
kemampuannya sebagai ibu, dimana perasan ini dapat memperburuk kondisi
depresinya.
Pendapat
para ilmuwan bahwa ini dapat mempengaruhi kemampuan bayi dalam perkembangan
bahasanya, dalam kedekatan emosionalnya dengan orang lain, dalam masalah
bersikap, tingkat aktifitas yang lemah, masalah tidur dan distress. Adanya
gangguan pemberian ASI sehingga pemberian nutrisi bayi menjadi terganggu. Jika
menyusui di jam-jam pertama kelahiran tidak dapat dilakukan, alternatif terbaik
berikutnya adalah memerah ASI selama 10-20 menit tiap 2 hingga 3 jam sekali.
- Post Partum Psikosis
Sangat
jarang terjadi, 1 atau 2 dalam setiap 1000 kelahiran dan biasanya dimulai pada
minggu ketiga dalam 6 minggu setelah melahirkan. Para wanita yang rentan
terhadap depresi postpartum yang lebih berat adalah mereka yang kehamilannya
tidak diharapkan, atau mereka yang mempunyai masalah-masalah yang sulit
dihadapi, beresiko untuk terkena postpartum psikosis.
Gejala
: - Halusinasi
-
Halusinasi
-
Gangguan saat tidur
-
Perilaku yang kurang wajar
Etiologi
: - Perubahan tingkat hormonal
-
Stres psikologis dan fisik
-
Sistem pendukung yang tidak memadai
Sering
dialami : – Ibu yang mengalami
abortus
-
Kematian bayi dalam kandungan
-
Kematian bayi setelah lahir
Kesedihan
dan Duka Cita
- Kesedihan
Kesedihan
adalah reaksi emosi, mental dan fisik dan sosial yang normal dari kehilangan
sesuatu yang dicintai dan diharapkan. Berduka sangat bervariasi tergantung pada
apa yang hilang dan respon terhadap kehilangan akan berbeda setiap individunya.
Tahap
kesedihan (Kubler Ross, 1970)
1)
Denial (penyangkalan)
Menyangkal
apa yang sebenarnay terjadi dan terus berharap pada apa yang mereka impikan
atau angan-angankan.
2)
Anger (kemarahan)
Marah pada
apa yang sedang terjadi, emosi tidak stabil dan mungkin menyalahkan semua pihak
yang terlibat di dalamnya (seperti tenaga kesehatan yang menolong ataupun dari
pihak keluarganya sendiri.
3)
Bargaining (tawar menawar)
Terkesan
seperti menerima apa yang telah terjadi tetapi tahap ini merupakan tahap pendek
atau singkat dan tidak mungkin dinyatakan oleh pasien. Pasien tetap berharap,
itu tidak terjadi.
4)
Depression (depresi)
Fase ini
merupakan fase yang berlangsung cukup lama, bisa berlangsung dalam beberapa
bulan atau mungkin beberapa tahun. Gejala yang tampak; perasaan depresi,
bersalah, kehilangan, kesepian, panic dan menangis tanpa sebab yang jelas.
5)
Acceptance (menerima)
Kematian
merupakan suatu hal yang tidak bisa dielakkan atau dihindari, kesedihan akibat
kematian akan mulai berkurang seiring dengan berjalannya waktu, ibu dan
keluarga mulai menerima kenyataan.
Tanda gejala
berduka:
1)
Efek fisik, ibu akan merasa kelelahan, sulit tidur, nafsu makan menghilang,
gelisah dan lemah.
2)
Efek emosional, ibu merasa bersalah terhadap apa yang terjadi, marah, sedih,
dan benci pada dirinya sendiri.
3)
Efek sosial, ibu cenderung untuk menarik diri.
- Duka cita
Duka cita
adalah suatu respon fisiologis terhadap kehilangan. Ada beberapa tahapan proses
duka cita.
1)
Tahap shock, merupakan respon awal individu terhadap kehilangan.
a)
Manifestasi perilaku dan perasaan
Penolakan
ketidak percayaan, keputusasaan, marah, takut, ansietas, merasa bersalah,
kekosongan, kesendirian, kesedihan, kesepian, isolasi, kekakuan,
menangis, kebencian/kepahitan, keterasingan, kehilangan inisiatif, merasa
dihianati, frustasi, memberontak dan kehilangan konsentrasi.
b)
Manifestasi fisik
Keluhan
kehilangan berat, anoreksia, tidur gelisah, keletihan, kurang istirahat,kurus,
sesak nafas, mengomel sakit dada, kelemahan internal, kelemahan umum dan
kelemahan kaki.
2)
Tahap penekanan / fase realitas
Tahap ini
terjadi penerimaan fakta kehilangan dan penyesuaian terhadap realita yang membebani.
Contoh : orang yg mengalami duka cita akan menyesuaikan dengan lingkungan tanpa
kehadiran orang yang dicintainya atau menerima fakta dan membuat penyesuaian
yang perlu dalam kehidupannya.
PERAN BIDAN
Dalam upaya
membantu klien yang bersedih dan berduka, bidan dapat memfasilitasi penerimaan
mereka pada :
- Kehilangan bayi :
- Mengajak untuk melihat, menyentuh dan memegang bayi yang meninggal
- Memberi harapan kepada mereka dengan memberi nama bayi, memberi satu set jejak kaki, memberi foto
- Memberi harapan untuk mendapatkan beberapa bentuk bantuan pemakaman
- Anak yg tidak sempurna/kelainan :
- Memberikan rasa aman dan sabar
- Mendengarkan keluhannya
- Tidak menyalahkan
- Menghindari lingkungan yang memfasilitasi hal yang negatif yng mereka rasakan
- Menghindari penolakan terhadap bayinya
No comments:
Post a Comment