BAB 1
PENDAHULUAN
Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil
konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Sampai saat ini janin yang
terkecil, yang dilaporkan dapat hidup diluar kandungan, mempunyai berat badan
297 gram waktu lahir. Akan tetapi, karena jarangnya janin yng dilahirkan dengan
berat badan dibawah 500 gram dapat hidup terus, maka abortus ditentukan sebagai
pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau kurang dari 20
minggu. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan.
Abortus buatan ialah pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu akibat tindakan.
Abortus terapeutik ialah abortus buatan yang dilakukan atas indikasi medik.
Frekuensi abortus sukar ditentukan karena abortus buatan banyak tidak
dilaporkan, keculi apabila terjadi komplikasi; juga karena sebagian abortus
spontan hanya disertai gejala dan tanda ringan, sehingga pertolongan medik
tidak diperlukan dan kejadian ini dianggap sebagai haid terlambat. Diperkirakan
frekuensi abortus spontan berkisar 10-15% (Wiknjosastro, 2008).
Lebih dari 80% abortus terjadi pada 12 minggu pertama, dan
setelah itu angka ini cepat menurun. Kelainan kromosom merupakan penyebab
lainnya, paling sedikit separuh dari kasus abortus ini, dan insidenya setelah
itu juga menurun. Resiko abortus spontan meningkat seiring dengan paritas serta
usia ibu dan ayah. Frekuensi abortus yang secara klinis terdeteksi meningkat
dari 12% pada wanita berusia kurang dari 20 tahun menjadi 26% pada mereka yang
usianya lebih dari 40 tahun. Untuk usia ayah yang sama, peningkatan adalah dari
12% sampai 20%. Akhirnya, isidensi abortus meningkat apabila wanita yang
bersagkutan hamil dalam 3 bulan setelah melahirkan bayi aterm (Cunningham,
2006).
Kurang lebih 10
sampai 15% kehamilan yang telah didiagnosis secara klinis berakhir dengan
keguguran. Alasan utama terjadinya keguguran pada awal kehamilan ialah kelainan
genetik, yang mencapai 75% hingga 90% total keguguran. Alasan lain terjadinya
Abortus spontan adalah kadar progesteron yang tidak normal, kelainan pada
kelenjar tiroid, diabetes yang tidak terkontrol, kelainan pada rahim, infeksi,
dan penyakit autonium lain (Varney, 2007).
BAB 2
PEMBAHASAN ABORTUS
2.1
Definisi
Abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun
sebelum janin mampu bertahan hidup (Cunningham, 2006).
Abortus adalah berakirnya suatu kehamilan (oleh akibat
tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau buah
kehamilan belum mampu untuk hidup diluar kandungan (Saifuddin).
Keguguran atau abortus adalah terhentinya proses kehamilan
yang sedang berlangsung sebelum mencapai umur 28 minggu atau berat janin
sekitar 500 gram (Manuaba, 2007).
Abortus adalah suatu usaha mengakhiri kehamilan dengan
mengeluarkan hasil pembuahan secara paksa sebelum janin mampu bertahan hidup
jika dilahirkan (Varney, 2007).
2.2 Jenis Abortus
1.
Abortus spontan
Adalah
terminasi kehamilan sebelum periode viabilitas janin atau sebelum gestasi
minggu ke 20 atau berat badan 500 gram (Walsh, 2008; Varney, 2007).
Abortus
spontan dibagi menjadi:
a.
Abortus Imminens
1)
Terjadi perdarahan bercak yang
menunjukkan ancaman terhadap kelangsungan suatu kehamilan. Dalam kondisi
seperti ini, kehamilan masih mungkin berlanjut atau dipertahankan (Saifuddin,
2006; Wals, 2008).
2)
Ialah peristiwa terjadinya
perdarahan dari uterus pada kehamilan sebelum 20 minggu, dimana hasil konsepsi
masih dalam uterus, dan tanpa adanya dilatasi servik (Wiknjosastro, 2008).
Abortus Insipiens
1
Perdarahan ringan hingga sedang pada
kehamilan muda dimana hasil konsepsi masih berada dalam kavum uteri. Kondisi
ini menunjukkan proses abortus sedang berlangsung dan akan berlanjut menjadi
abortus inkomplit atau komplit (Saifuddin, 2006).
2)
Ialah peristiwa perdarahan uterus pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan adanya dilatasi servik uteri yang meningkat,
tetapi hasil konsepsi masih dalam uterus. Aborsi ini terjadi ketika ada
pembukaan servik dan atau pecah ketuban di sertai perdarahan dan nyeri pada
abdomen bagian bawah atau pada punggung (Wiknjosastro, 2008; Varney, 2007).
c.
Abortus Inkomplit
1)
Perdarahan pada kehamilan muda
dimana sebagian dari hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri melalui
kanalis servikalis (Saifuddin, 2006).
2)
Ialah pengeluaran sebagian hasil
konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal
dalam uterus. Terjadi ketika plasenta tidak dikeluarkan bersama janin pada saat
terjadi aborsi (Wiknjosastro, 2008; Varney, 2007).
d.
Abortus Komplit
Perdarahan
pada kehamilan muda dimana seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan dari kavum
uteri (Saifuddin, 2006).
2.
Abortus Infeksiosa
Adalah abortus yang diserta komplikasi infeksi. Adanya
penyebaran kuman atau toksin kedalam sirkulasi dan kavum peritoneum dapat
menimbulkan septikemia, sepsis atau peritonitis. Atau disebut juga abortus yang
disertai infeksi pada genetalia sedang (Saifuddin, 2006; Wiknjosastro, 2008).
3.
Missed Abortion (Retensi Janin Mati)
Perdarahan pada kehamilan muda disertai dengan retensi hasil
konsepsi yang telah mati hingga 8 minggu atau lebih. Kematian janin berusia 20
minggu, tetapi janin mati itu tidak dikeluarkan selama 8 minggu atau lebih
(Saifuddin, 2006; Wiknjosastro, 2008).
4.
Abortus Habitualis
Ialah abortus spontan yang terjadi 3 kali atau lebih
berturut-urut. (Wiknjosastro, 2008; Wiknjosastro, 2005; Walsh, 2008; Manuaba,
2007).
2.3 Etiologi
Hal-hal yang menyebabkan abortus
dapat dibagi sebagai berikut:
1.
Kelainan hasil pertumbuhan konsepsi
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi dapat menyebabkan kematian janin atau
cacat. Kelainan berat biasanya menyebabkan kematian mudigah pada hamil muda.
Faktor yang menyebabkan kelainan dalam pertumbuhan ialah sebagai berikut:
a.
Kelainan kromosom
Kelainan
yang sering ditemukan pada abortus spontan ialah trisomi, poliploidi dan
kemungkinan pula kelainan kromosom seks
b.
Lingkungan kurang sempurna
Bila
lingkungan di endometrium disekitar tempat implantasi kurang sempurna sehingga
pemberian zat-zat makanan pada hasil konsepsi tergangganggu.
c.
Pengaruh dari luar
Radiasi,
virus, obat dan sebaginya dapat mempengaruhi baik hasil konsepsi maupun
lingkungan hidupnya dalan uterus. Pengaruh ini umumnya dinamakan pengaruh
teratogen
2.
Kelainan pada plasenta
Endarteritis dapat terjadi dalam villi koriales dan
menyebabkan oksigenasi plasenta tergganggu, sehingga menyebabkan gangguan
pertumbuhan dan kematian janin. Keadaan ini bisa terjadi sejak kehamilan muda
misalnya karena hipertensi menahun
3.
Penyakit ibu
Penyakit mendadak, seperti pnemonia, tifus abdominalis,
pielonefritis, malaria dan lain-lain dapat menyebabkan abortus. Toksin,
bakteri, virus ata plasmodium dapat melalui plasenta masuk kejanin, sehingga
menyebabkan kematian janin, dan kemudian terjadilah abortus. Anemia berat,
keracunan, laparatomi, peritonitis umum, dan penyakit menahun sperti
gruselosis, mononukleosis infeksiosa, toksoplamosis juga dapat menyebabkan
abortus walaupun lebih jarang.
4.
Kelainan traktus genetalia
Retroversio
uteri, mioma uteri, atau kelainan bawaan uterus dapat menyebabkan abortus.
Tetapi, harus dingat bahwa hanya retroversio uteri gravidi inkarserata atau
mioma submukosa yang memegang peranan penting. Sebab lain abortus dalam
trismerster kedua ialah servik inkompeten yang dapat disebabkan oleh kelemahan
bawaan pada servik, diltasi servik berlebihan, konisasi, amputasi, atau robekan
servik luas yang tidak dijahit. (Wiknjosastro, 2008; Walsh, 2008; Varney,
2007).
2.4 Patologi
Pada awal abortus terjadilah perdarahan dalam desidua
basalis kemudian diikuti oleh nekrosis jaringan disekitarnya. Hal tersebut
menyebabkan hasil konsepsi terlepas sebagian atau seluruhnya, sehingga
merupakan benda asing dalam uterus. Keadaan ini menyebabkan uterus berkontraksi
untuk mengeluarkan isinya. Pada kehamilan kurang dari 8 minggu hasil konsepsi
itu biasanya dikeluarkan seluruhnya karena villi koriales belum menembus
desidua secara mendalam. Pada kehamilan antara 8 sampai 14 minggu villi korealis
menembus desidua lebih dalam, sehingga umumnya plasenta tidak dilepaskan
sempurna yang dapat menyebabkan banyak perdarahan. Pada kehamilan 14 minggu
keatas umumnya yang dikeluarkan setelah ketuban pecah ialah janin, disusul
beberapa waktu kemudian plasenta. Perdarahan tidak banyak jika plasenta segera
terlepas dengan lepas. Peristiwa aborsi ini menyerupai persalinan dalam bentuk
miniatur
Hasil konsepsi pada abortus dapat dikeluarkan dalam berbagai
bentuk. Ada kalanya kantong amnion kosong atau tampak didalamnya benda kecil
tanpa bentuk yang jelas (blighted ovum); mungkin pula janin telah mati
lama (missed abortion).
Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu
singkat, maka ia dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah. Isi uterus dinamakan
mola kruenta. Bentuk ini menjadi mola karnosa apabila pigmen darah telah
diserap dan dalam sisanya terjadi organisasi, sehingga semuanya tampak seperti
daging. Bentuk lain adalah mola tuberosa; dalam hal ini amnion tampak
berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara amnion dan korion.
Pada janin yang telah meninggal dan tidak dikeluarkan dapat
terjadi proses mumifikasi: janin mengering dan karena cairan amnion menjadi
kurang oleh sebab diserap, ia menjadi agak gepeng (fetus kompressus). Dalam
tingkat lebih lanjut ia menjadi tipis seperti kertas perkamen (fetus papi
raseus).
Kemungkinan lain pada janin-mati yang tidak lekas
dikeluarkan ialah terjadinya maserasi: kulit terkupas, tengkorak menjadi
lembek, perut membesar kerena terisi cairan, dan janin berwarna kemerah-merahan.
(Wiknjosastro, 2008).
2.5 Diagnosis
Abortus harus diduga bila seorang wanita dalam masa
reproduksi mengeluh tentang perdarahan pervaginam setelah mengalami haid
terlambat, sering terdapat pula rasa mules. Kecurigaan tersebut diperkuat dengan
ditentukannya kehamilan muda pada pemeriksaan bimanual dan dengan tes kehamilan
secara biologis atau imunologik bilamana hal itu dikerjakan harus diperhatikan
macam dan banyaknya perdarahan, pembukaan servik dan adanya jaringan dalam
kavum uteri atau vagina.
1.
Abortus Spontan
a.
Abortus imminens
Diagnosis
abortus imminens ditentukan karena pada wanita hamil terjadi perdarahan melalui
ostium uteri eksternum, disertai mules sedikit atau tidak sama sekali, terus
membesar sebesar tuanya kehamilan, servik belum membuka, dan tes kehamilan
positif. Abortus imminens dapat disertai nyeri akibat kram tetapi bisa juga
tidak.
b.
Abortus insipiens
Rasa
mules sering dan kuat, perdarahan bertambah. Pada trimester pertama kehamilan,
tidak ditemukan perdarahan atau nyeri berlebihan, tanda-tanda vital dalam batas
normal, tidak mengalami distres emosional yang berat, dan kadar hertokrit
mencapai 30%.
c.
Abortus inkomplit
Pada
pemeriksaan vagina, kanalis servikalis terbuka dan jaringan dapat diraba dalam
kavum uteri atau kadang-kadang sudah menonjol dari ostium uteri eksternum.
Perdarahan mulai sebagai bercak dan berlanjut menjadi perdarahan hebat, atau
dapat mulai sebagai perdarahan hebat. Kram biasanya ada, dan ibu melihat
keluarnya jaringan. Ibu melihat pecah ketuban nyata bila usia gestasi adalah 12
minggu atau lebih.
d.
Abortus komplit
Pada
penderita ditemukan perdarahan sedikit, ostium uteri telah menutup dan uterus
sudah banyak mengecil. Diagnosis dapat dipermudah apabila hasil konsepsi dapat
diperiksa dan dapat dinyatakan bahwa semua sudah keluar dengan lengkap.
2.
Abortus Infeksiosa
Ditemukannya
servik membesar dan diatas ostium uteri eksternum teraba jaringan.
3.
Missed Abortion (Retensi Janin Mati)
Dahulu
diagnosis biasanya tidak dapat ditentukan dalam satu kali pemeriksaan melainkan
memerlukan waktu pengamatan untuk menilai tanda-tanda tidak tumbuhnya malahan
mengecilnya uterus. Missed abortion biasanya didahului oleh tanda-tanda
abortus imminens yang kemudian menghilang secara spontan atau setelah
pengobatan. Bercak mungkin ada, kurang pertumbuhan uteri dalam pemeriksaan,
tidak ada gerakan jantung janin, terlihat pada ultrasuara atau ada jaringan
janin tanpa tanda viabilitas.
4.
Abortus Habitualis
Diagnosis
abortus habitualis tidak sukar ditentukan dengan anamnesis. Khususnya diagnosis
abortus habitualis karena inkompetensia menunjukkan gambaran klinik yang khas,
yaitu dalam kehamilan triwulan kedua terjadi pembukaan servik tanpa disertai
mules, ketuban menonjol dan pada suatu saat pecah. Kemudian timbul mules yang
selanjutnya diikuti oleh pengeluaran janin yang biasanya masih hidup normal.
(Wiknjosastro, 2008; Varney; walsh, 2008).
2.6 Penanganan
1.
PenilaianAwal
Untuk penanganan yang memadai, segera lakukan penilaian dari
:
a.
Keadaan umum pasien
b.
Tanda–tanda syok (pucat, berkeringat
banyak, pingsan, tekanan sistolik <90 mmHg, nadi > 112 x/menit)
c.
Bila syok disertai dengan masa lunak
di adneksa, nyeri perut bawah, adanya cairan bebas dalam kavum pelvis
(kemungkinan kehamilan ektopik yang terganggu)
d.
Tanda–tanda infeksi atau sepsis
(demam tinggi, secret berbau vaginam, nyeri perut bawah, dinding perut tegang,
nyeri goyang porsio, dehidrasi, gelisah atau pingsan).
e.
Tentukan melalui evaluasi medik
apakah pasien dapat di tatalaksana fasilitas kesehatan setempat atau di rujuk
(setelah dilakukan stabilisasi)
2.
Penanganan Spesifik
a.
Abortus imminens
1)
Tidak diperlukan pengobatan medis
yang khusus atau tirah baring secara total. Tirah baring merupakan unsur penting
dalam pengobatan, karena cara ini menyebabkan bertambahnya aliran darah ke
uterus dan berkurangnya rangsang mekanik.
2)
Anjurkan untuk tidak melakukan
aktifitas fisik secara berlebihan atau melakukan hubungan seksual.
3)
Bila perdarahan :
a)
Berhenti : lakukan asuhan antenatal
terjadwal dan penilaian ulang bila terjadi perdarahan lagi .
b)
Terus berlangsung : nilai kondisi
janin (uji kehamilan atau USG). Lakukan konfirmasi kemungkinan adanya penyebab
lain (hamil ektopik atau mola).
c)
Pada fasilitas kesehatan dengan
sarana terbatas, pemantuan hanya dilakukan melalui gejala klinik dan hasil
pemeriksaan gynekologi
b.
Abortus insipiens
1)
lakukan prosedur evakuasi hasil
konsepsi
2)
Bila usia gestasi ≤16 minggu,
evakuasi dilakukan dengan peralatan Aspirasi Vakum Manual (AVM) setelah
bagian-bagian janin dikeluarkan.
3)
Bila usia gestasi ≥16 minggu,
evakuasi dilakukan dengan prosedur Dilatasi dan Kuretase (D & K).
4)
Bila prosedur evakuasi tidak dapat
segera dilaksanakan atau usia gestasi lebih besar dari 16 minggu, lakuakn
tindakan pendahuluan dengan :
a)
Infuse Oksitosin 20 unit dalam 500
ml NS atau RL, mulai dengan 8 tetes/menit yang dapat dinaikkan 40 tetes/menit,
sesuai dengan kondisi kontraksi uterus hingga terjadi pengeluaran hasil
konsepsi.
b)
Ergometrin 0,2 mg IM yang diulangi
15 menit kemudian.
c)
Misoprostol 400 mg per oral dan
apabila masih diperlukan, dapat di ulangi dengan dosis yang sama setelah 4 jam
dari dosis awal.
5)
Hasil konsepsi yang tersisa dalam kavum
uteri dapat dikeluarkan dengan AVM atau D & K (hati – hati resiko
perforasi).
c.
Abortus Inkomplit
1)
Tentukan besar uterus (taksir usia
gestasi), kenali dan atasi setiap komplikasi (perdarahan hebat, syok,
infeksi/sepsis).
2)
Hasil konsepsi yang terperangkap
pada servik yang disertai perdarahan hingga ukuran sedang, dapat dikeluarkan
secara digital atau vunam ovum. Setelah itu evaluasi perdarahan :
a)
Bila perdarahan berhenti, beri
ergometrin 0,2 mg IM atau misoprostol 400 mg per oral.
b)
Bila perdarahan terus berlangsung,
evakuasi sisa hasil konsepsi dengan AVM atau D&K (pilihan tergantung dari
usia gestasi, pembukaan servik dan keberadaan bagian-bagian janin)
3)
Bila tak ada tanda-tanda infeksi,
beri antibiotika profilaksis (ampisilin 500 mg oral atau doksisiklin 100 mg)
4)
Bila terjadi infeksi, beri ampisilin
1 gram dan metronidazol 500 mg setiap 8 jam.
5)
Bila terjadi perdarahan hebat dan
usia gestasi dibawah 16 minggu, segera lakukan evakuasi dengan AVM.
6)
Bila pasien tampak anemi, berikan
sulfasferosus 600 mg per hari selama 2 minggu (anemia sedang) atau transfusi
darah (anemia berat).
Pada
beberapa kasus, abortus inkomplit erat kaitannya dengan abortus tidak aman,
oleh sebab itu perhatikan hal-hal berikut ini :
1)
Pastikan tidak ada komplikasi
berat seperti sepsis, perforasi uterus atau cidera intra abdomen (mual/muntah,
nyeri punggung, demam, perut kembung, nyeri perut bawah, dinding perut tegang).
2)
Bersihkan ramuan tradisional, jamu,
bahan kaustik, kayu atau benda-benda lainnya dari regio genetalia.Berikan
boster tetanus toksoid 0,5 ml bila tampak luka kotor pada dinding vagina atau
kanalis servisis dan pasien pernah di imunisasi.
3)
Bila riwayat imunisasi tidak jelas,
berikan serum anti tetanus (ATS) 1500 Unit IM diikuti dengan pemberian tetanus
toksoid 0,5 ml setelah 4 minggu.
4)
Konseling untuk kontrasepsi pasca
keguguran dan pemantuan lanjut
d.
Abortus komplit
1)
Apabila kondisi pasien baik, cukup
diberi tablet Ergometrin 3x1 tablet perhari untuk 3 hari.
2)
Pasien mengalami anemia sedang,
berikan tablet Sulfas Ferosus 600 mg per hari selama 2 minggu disertai dengan
anjuran mengkonsumsi makanan bergizi (susu, sayuran segar, ikan, daging,
telur). Untuk anemia berat, berikan tranfusi darah.
3)
Apabila tidak terdapat tanda-tanda
infeksi tidak perlu diberi antibiotika, atau bila kawatir akan infeksi dapat
diberi antibiotika profilaksis
e.
Abortus infeksiosa
1)
Kasus ini tinggi untuk terjadi
sepsis, apabila fasilitas kesehatan setempat tidak mempunyai fasilitas yang
memadai, rujuk pasien kerumash sakit.
2)
Sebelum merujuk pasien, lakukan
retorasi cairan dengan NS atau RL melalui infus dan berikan anti biotika
(misalnya ampisilin 1 g dan metronidazol 500 mg).
3)
Jika ada riwayat abortus tidak aman,
beri ATS dan TT.
4)
Pada fasilitas kesehatan yang
lengkap dengan perlindungan antibiotika berspektrum luas dan upaya stabilisasi
hingga kondisi pasien memadai, dapat dilakukan pengosongan uterus sesegera
mungkin.
Tabel 2.1 Kombinasi antibiotika
untuk abortus infeksiosa
|
Kombinasi
antibiotika
|
Dosis
Oral
|
Catatan
|
|
Ampisilin dan Metronidazol
|
3 x 1 g oral dan 3 x 500 mg
|
Berspektrum luas dan
mencakup untuk gonorrhea dan bakteri an aerob
|
|
Tertasiklin dan Klindanisin
|
4 x 500 mg dan
2 x 300 mg
|
Baik untuk klamidia, gonorrhea dan
bakteriodes fragilis
|
|
Trinethoprim dan Sulfamethoksazol
|
160 mg dan
800 mg
|
Spectrum cukup luas dan harganya
relative murah
|
Tabel 2.2 Antibiotika
parenteral untuk abortus infeksiosa
|
Antibiotika
|
Cara
pemberian
|
Dosis
|
|
Sulbenisilin
Gentamisilin
Metronidazol
|
IV
|
3 x 1 g
2 x 80 mg
2 x 1 g
|
|
Seftriaksone
|
IV
|
1 x 1 g
|
|
Amoksilklin + Klavulanik Acid
Klindamisin
|
IV
|
3 x 500 mg
3 x 600 mg
|
f.
Missed Abortion
Missed
abortion seharusnya seharusnya ditangani di rumah sakit atas pertimbangan
:
1)
Plasenta dapat melekat sangat erat
didinding rahim, sehingga prosedur evakuasi kuretase akan lebih sulit dan
resiko perforasi lebih tinggi.
2)
Pada umumnya kanalis servisis dalam
keadaan tertutup sehingga perlu tindakan dilatasi dengan batang laminaria
selama 12 jam .
3)
Tingginya kejadian komplikasi
hipofibrinogenemia yang berlanjut dengan gangguan pembekuan darah.
4)
Apabila diputuskan untuk
mengeluarkan hasil konsepsi itu, pada uterus yang besarnya tidak melebihi 12 minggu
sebaiknya dilakukan pembukan serviks uteri dengan memasukkan laminaria selama ±
12 jam dalam kanalis servikalis, yang kemudian dapat diperbesar dengan busi
Hegar sampai cunam ovum atau jari dapat masuk ke dalam kavum uteri. Jika
kehamilan lebih dari 12 minggu, maka pengeluaran hasil konsepsi dapat dilakukan
dengan infus intravena oksitosin. Dosis oksitosin dapat dimulai dengan 20
tetes/menit dari cairan 500 ml glukosa 5% dengan 10 iu oksitosin.
(Saifuddin,
2006; Wiknyosastro, 2008; Cunningham, 2006).
2.7
Komplikasi
Komplikasi
yanag berbahaya pada abortus ialah perdarahan, perforasi, infeksi dan syok
1.
Perdarahan
Perdarahan
dapat diatasi dengan pengosongan uterus dari sisa-sisa hasil konsepsi dan jka
perlu pemberian tranfusi darah. Kematian karena perdarahan dapat terjadi
apabila pertolongan tidak diberikan pada waktunya.
2.
Perforasi
Perforasi
uterus pada kerokan dapat terjadi terutama pada uterus dalam posisi
hiperretrofleksi. Jika terjadi peristiwa ini, penderita perlu diamati dengan
teliti. Jika ada tanda bahaya, perlu segera dilakukan laparatomi dan tergantung
dari luas dan bentuk perforasi, penjahitan luka perforasi atau perlu
histerektomi. Perforasi uterus pada abortus yang dikerjakan oleh orang awam
menimbulkan persoalaan gawat karena perlukaan uterus biasanya luas, mungkin
pula terjadi perlukaan kandung kemih atau usus. Degan adanya dugaan atau
kepastian terjadinya perforasi, laparatomi harus segera dilakukan untuk
menentukan luasnya cidera, untuk selanjutnya mengambil tindakan seperlunya guna
mengatasi komplikasi.
3.
Infeksi
Infeksi
dalam uterus atau sekitarnya dapat terjadi pada tiap abortus, tetapi biasanya
ditemukan pada abortus inkomletus dan lebih sering pada abortus buatan yang
dikerjakan tanpa memperhatikan asepsis. Umumnya pada abortus infeksius infeksi
terbatas pada desidua.
4.
Syok
Syok
pada abortus bisa terjadi karena perdarahan (syok hemoragik) dan karena infeksi
berat (syok endoseptik).
(Wiknjosastro, 2008)
DAFTAR PUSTAKA
Cunningham,
Gary, F. dkk. 2006. Obstetri Williams Vol. 2. Jakarta: EGC, 951-964.
Manuaba,
dkk. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC, 697-683.
Saifuddin,
Abdul Bahri. 2008. Pelayanan Kesehatan Maternal Neonatal. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 145-148.
Varney,
Helen, dkk. 2007. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Jakarta: EGC, 604-605.
Walsh, Linda V. 2008. Buku Ajar
Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC, 447-449.
Wiknjosastro,
Hanifa. 2005. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 246.
Wiknjosastro,
Hanifa. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, 302-312.
No comments:
Post a Comment