BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Ketuban Pecah Dini (KPD) yang terjadi
pada kehamilan kurang bulan merupakan masalah yang besar dibidang obstetrik,
karena dapat menimbulkan kontribusi yang besar terhadap morbiditas dan
mortalitas perinatal dan maternal (Puspasca.2004)
Insidensi ketuban
pecah dini lebih kurang 10% dari semua kehamilan. Pada kehamilan aterm
insidensinya bervariasi 6-19%. Sedangkan pada kehamilan preterm insidensinya 2%
dari semua kehamilan. Hampir semua KPD pada kehamilan preterm akan lahir
sebelum aterm atau persalinan akan terjadi dalam satu minggu setelah selaput
ketuban pecah.2 Sekitar 85% morbiditas dan mortalitas perinatal disebabkan oleh
prematuritas. Ketuban pecah dini berhubungan dengan penyebab kejadian
prematuritas dengan insidensi 30-40%. Neonatologis dan ahli obstetri harus
bekerja sebagai tim untuk memastikan perawatan yang optimal untuk ibu dan
janin.(Kamisah.2009)
—- Pada sebagian besar kasus, penyebab KPD belum ditemukan. Faktor yang disebutkan memiliki kaitan dengan KPD yaitu riwayat kelahiran prematur, merokok, dan perdarahan selama kehamilan.( Rahma . 2010)
—- Pada sebagian besar kasus, penyebab KPD belum ditemukan. Faktor yang disebutkan memiliki kaitan dengan KPD yaitu riwayat kelahiran prematur, merokok, dan perdarahan selama kehamilan.( Rahma . 2010)
Penanganan ketuban
pecah dini memerlukan pertimbangan usia gestasi, adanya infeksi pada komplikasi
ibu dan janin dan adanya tanda-tanda persalinan. Dilema sering terjadi pada
pengelolaan KPD dimana harus segera bersikap aktif terutama pada kehamilan yang
cukup bulan atau harus menunggu sampai terjadinya proses persalinan sehingga
masa tunggu akan memanjang, yang berikutnya akan meningkatkan kemungkinan
terjadinya infeksi. Sikap konservatif ini sebaiknya dilakukan pada KPD
kehamilan kurang bulan dengan harapan tercapainya pematangan paru dan berat
badan janin yang cukup. (Kamisah. 2009).
BAB 2
ANATOMI FISIOLOGI
2.1
Anatomi
Air Ketuban
Normalnya
volume cairan ketuban pada usia kehamilan usia 10 – 20 minggu, sekitar
50 – 250 ml. Ketika memasuki minggu 30 – 40, jumlahnya mencapai 500 –
1500ml.(Artikel Ayah Bunda.2010)
Menurut
Winkjosastro, 2005 ciri-ciri kimiawi dari air ketuban adalah :
Air ketuban berwarna putih
kekeruhan, berbau khas amis, dan berasa manis, reaksinya agak alkalis atau
netral, berat jenis 1,008. Komposisinya terdiri atas 98 % air. Sisanya albumin,
urea, asam urik, kreatinin, sel-sel epitel, rambut lanugo, verniks kaseosa dan
garam anorganik. Kadar protein kira-kira 2,6 gr % per liter terutama sebagai albumin.
Terdapat lesitin dan sfingomielin
amat penting untuk mengetahui apakah janin mempunyai paru-paru yang sudah siap
untuk berrfungsi. Dengan peningkatan kadar lesitin permukaan alveolus paru-paru
diliputi oleh zat yang dinamakan surfaktan dan merupakan syarat untuk
berkembangnya paru-paru dan untuk bernapas. Menilai hal ini dipakai
perbandingan antara lesitin dan sfingomielin.
Kadang-kadang, pada partus warrna
air ketuban ini menjadi kehijau-hijauan karena tercampur mekonium (kotoran
pertama yang dikeluarkan bayi dan yang mengandung empedu). Berat jenis likuor
menurun dengan tuanya kehamilan (1,025-1,010).
Dari mana air ketuban berasal masih belum diketahui dengan
pasti, masih dibutuhkan penyelidikan lebih lanjut. Telah banyak teori
dikemukakan mengenai hal ini, antara lain bahwa air ketuban berasal dari
lapisan amnion, terutama dari bagian plasenta. Teori lain mengemukakan
kemungkinan berasalnya dari plasenta.
Peredaran air ketuban cukup baik. Dalam 1 jam didapatkan
perputaran lebih kurang 500 ml. Cara perputaran ini terdapat banyak teori,
antara lain bayi menelan air ketuban yang kemudian dikeluarkan melalui air
kencing. Apabila janin tidak menelan air ketuban ini janin dengan stenosis akan
didapat keadaan hidramnion.
Fungsi
Air Ketuban
1.
Melindungi janin terhadap trauma
dari luar
2.
Memungkinkan janin bergerak dengan
bebas
3.
Melindungi suhu tubuh janin
4.
Meratakan tekanan di dalam uterus
pada partus, sehingga serviks membuka
5.
Membersihkan jalan lahir
2.2 Ketuban Pecah
Dini
2.2.1 Pengertian
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya tanpa disertai tanda
inpartu dan setelah 1 jam tetap tidak diikuti dengan proses inpartu sebagaimana
mestinya. ( Manuaba, 2007).
2.2.2 Etiologi
Penyebab pasti dari KPD ini belum
jelas, namun menurut Saifudin (2007) ketuban pecah dini disebabkan oleh karena
berkurangnya kekuatan membrane atau meningkatnya tekanan intrauterine.
Berkurangnya kekuatan membrane disebabkan oleh adanya infeksi yang dapat
berasal dari vagina dan serviks. Akan tetapi ada beberapa keadaan yang
berhubungan dengan terjadinya KPD ini, diantaranya adalah :
1.
Trauma : Amniosintesis, pemeriksaan
pelvis dan hubungan seksual.
2.
Servik yang inkompetensia, kanalis
sevikalis yang tidak sanggup terus menutup, melainkan perlahan-lahan membuka
4.
Infeksi vagina, serviks atau
korioamnionitis serta bakteri vagina.
5.
Keadaan abnormal dari fetus seperti
malpresentasi. ( Varney, 2004 )
2.2.3 Gejala Klinik
1.
Ketuban pecah tiba – tiba
2.
Cairan tampak di introitus
3.
Tidak ada his dalam 1
jam
(Saifudin.
2007)
2.2.4
Penilaian Klinis
1.
Tentukan pecahnya
selaput ketuban. Di tentukan dengan adanya cairan ketuban dari vagina,
jika tidak ada dapat dicoba dengan gerakan sedikit bagian terbawah janin atau
meminta pasien batuk atau mengedan. Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan
dengan test lakmus (mitrazin test) merah menjadi biru, membantu dalam
menentukan jumlah cairan ketuban dan usia kehamilan, kelainan janin.
2.
Tentukan usia
kehamilan, bila perlu dengan USG
3.
Tentukan ada tidaknya
infeksi :suhu ibu lebih besar atau sama dengan 38oC, air ketuban yang keluar
dan berbau, janin mengalami takhikardi, mungkin mengalami infeksi intrauterine
4.
Tentukan tanda-tanda inpartu: kontraksi
teratur, periksa dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif (terminasi
kehamilan) antara lain untuk menilai skor pelvik. (Saifudin. 2007).
2.2.5
Komplikasi
1.
Ibu
a.
Infeksi
Infeksi bakteri di dalam uterus
terjadi antara jaringan ibu dan membran janin (yaitu di dalam rongga
koriodesidua), di dalam membran bayi (amnion dan korion), di dalam
plasenta, di dalam cairan amnion, atau di dalam tali pusat atau
janin (gambar 1).
1)
Infeksi membran fetus seperti
dicatat oleh temuan histologis atau kultur, disebut korioamnionitis.
2)
infeksi tali pusat disebut funisitis
3)
infeksi cairan amnion disebut amnionitis.
Walaupu vili plasenta mungkin
terlibat dalam infeksi intrauterin yang berasal dari darah seperti malaria,
infeksi bakteri di dalam plasenta (vilitis) jarang terjadi.(Razimaulana.2008)
a.
Prolaps tali pusat :tali pusat
yang teraba keluar atau berada di samping dan melewati bagian terendah
janin di dalam jalan lahir, tali pusat dapat prolaps
ke dalam vagina atau bahkan di luar vagina
setelah ketuban pecah.( Referat Obstetry dan Ginecology.2009)
b.
Trauma pada waktu lahir
c.
Premature : Setelah ketuban
pecah biasannya segera disusul oleh persalinan, periode laten tergantung umur
kehamilan. Pada kehamilan aterm 90 % terjadi dalam 24 jam setela ketuban pecah.
Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan
kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.( Wordpress. 2009)
d.
Oligohidramnion : Oligohidramnion
adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal, yaitu kurang dari
500 cc. Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paru-paru
(paru-paru hipoplastik), sehingga pada saat lahir, paru-paru tidak berfungsi
sebagaimana mestinya. ( Wordpress.2009)
2.2.4. Penanganan
1.
Penanganan
Konservatif
a.
Rawat di Rumah Sakit
b.
Berikan antibiotika (ampicilin 4 x
500 mg atau eritromisin bila tak tahan ampicilin) dan metronidazol 2 x 500 mg
selama 7 hari.
c.
Jika umur kehamilan < 32-34
minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar, atau sampai air ketuban tidak
keluar lagi.
d.
Jika usia kehamilan 32-27 minggu,
belum inpartu, tidak ada infeksi, tes busa negatife beri deksametason,
observasi tanda-tanda infeksi, dan kesejahteraan janin, terminasi pada
kehamilan 37 minggu.
e.
Jika usia kehamilan 32-37 minggu, sudah
inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik ( salbutamol), deksametason, dan
induksi sesudah 24 jam.
f.
Jika usia kehamilan 32-37 minggu,
ada infeksi, beri antibiotic dan lakukan induksi.
g.
Nilai tanda-tanda infeksi ( suhu,
leukosit, dan tanda-tanda infeksi intrauterine).
h.
Pada usia kehamilan 32-34 minggu
berikan steroid, untuk memacu kematangan paru janin, dan kalau memungkinkan
periksa kader lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis. Dosis betametason 12
mg sehari dosis tunggal selama 2 hari, deksametason IM 5 mg setiap 6 jam
sebanyak 4 kali.
2.
Penanganan Aktif
a.
Kehamilan > 37 minggu, induksi
dengan oksitosin, bila gagal seksio sesarea. Dapat pula diberikan misoprostol
50 ug intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali.
b.
Bila ada tanda-tanda infeksi berikan
antibiotika dosis tnggi. Dan persalinan diakhiri :
1)
Bila skor pelvic < 5, lakukan
pematangan servik, kemudian induksi. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan
dengan seksio sesarea.
2)
Bila skor pelvic > 5,
inguksi persalinan, partus
pervaginam. (Saifudin. 2007)
DAFTAR PUSTAKA
Jauhari,
R. (2011). Asuhan Keperawatan Klien Dengan KPD. Sumber
Internet :
Manuaba.
(2007). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC
Prawirohardjo, S.(2006). Ilmu Kebidanan. Jakarta :
YBP-SP.
Rahma. (2010). Ketuban Pecah Dini.
Sumber Internet : (www.klikdokter.com/rahma/2010).
Razimaulana. (2008). Infeksi Intrauterine dan Persalinan
Prematur. Sumber Internet : (http://razimaulana.wordpress.com/2008/12/26/infeksi-intrauterine-dan-persalinan-prematur).
No comments:
Post a Comment